Hentikan Perampasan Upah,Tanah dan Kerja
Semboyan Pertama Revolusi Agustus 1945 : Merdeka atau Mati !
Ada hantu berkeliaran di Hindia Belanda, tuan-tuan kolonialist Belanda, direktur-direktur perkebunan raksasa, administratur pabrik gula dan pertambangan, semua menjerit-jerit ketakutan. Surat kabar-surat kabar onderneming memuat hasutan untuk mengejar-ngejar hantu yang mengerikan itu, yang lain cepat-cepat mencari tukang pukul untuk menjaga keamanan. Kepanikan itu disebabkan oleh munculnya Sarekat Islam pada akhir tahun 1911 yang didirikan oleh R.M Tirtoadisuryo, dari sekedar organisasi yang melindungi nasib perusahaan dagang pribumi menjadi organisasi politik yang bersifat massal.
Dimulai dari perkumpulan intelektualis Budi Utomo 1908, kemudian muncul organisasi politik bersifat massal semacam SI. Praktis pasca Revolusi di Rusia 1918, kemunculan organisasi-organisasi dengan orientasi politik yang anti imperialisme tidak mampu di cegah, bahkan oleh pemerintahan kolonialis Hindia Belanda sekalipun. munculnya SI, Indesche Partij, PGHB (Persatuan Guru Hindia Belanda), ISDV dan beragam organisasi lainnya menandai lahirnya perjuangan yang lebih maju dengan orientasi kemerdekaan bagi Indonesia. Bahkan pada kongres ke VII ISDV di gedung SI Semarang 23 Mei 1920, ISDV mendeklarasikan diri sebagai organisasi politik pertama di Indonesia dengan nama PKI.
Perlawanan Tak Kunjung Usai : Rakyat Indonesia yang tidak Pernah Sudi Untuk di Jajah Apapun Bentuknya.
Perlawanan-perlawanan rakyat juga kian meningkat, berbagai bentuk metode terus dilakukan. organisasi-organisasi massa rakyat tampil paling depan dalam memimpin dan mengorganisasikan perjuangan rakyat Indonesia. Pada bulan Januari tahun 1922 terjadi pemogokan terbesar pertama di Inonesia, pemogokan ini di pimpin oleh Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputra (PPPB). Saat itu pemerintah akan mengadakan pemecatan terhadap 20% pegawainya. Aksi dimulai dari Ngupasan, Jogjakarta, hanya dalam waktu 2 minggu pemogokan meluas ke 79 dari 360 rumah gadai di seluruh Jawa.
Pemogokan ini kemudian di susul oleh pemogokan buruh kereta api, yang salah satunya menuntut 8 jam kerja sehari dan tunjangan sosial yang harus di penuhi oleh perusahaan. Akan tetapi tidak digubris oleh perusahaan, hal ini kemudian direspon oleh VSTP dengan melakukan mogok yang diikuti oleh 13.000 dari total 20.000 buruh kereta api yang ada saat itu. VSTP memiliki 80 cabang dengan anggota mencapai 8.000 orang. Pasca aksi ini, pemerintah Kolonial mengeluarkan undang-undang artikel 161 bis yang kemudian terkenal dengan UU anti mogok.
Pasca itu perjuangan rakyat semakin meningkat, peranan organisasi massa menjadi penting sebagai alat yang mampu menyatukan rakyat atas kepentingannya, termasuk semangat menentukan nasib sendiri (the rights to self determination) untuk mencapai kedaulatan Indonesia (National Sovereignity) atau kemerdekaan Indonesia. Berbagai macam usaha melawan pemerintahan colonial terus dilakukan, termasuk pemberontakan bersenjata petani yang bersifat nasional pada bulan November tahun 1926. Pemberontakan ini merupakan bagian dari perlawanan rakyat yang begitu gigih akibat penindasan yang berat dari kolonialisme belanda. Dengan susah payah pemerintah Belanda baru bisa memadamkan pemberontakan ini pada bulan Desember 1926, pemberontakan ini kemudian mendorong penangkapan besar-besaran terhadap rakyat dan pimpinan organisasi-organisasi rakyat, yang kemudian disiksa, dibunuh ataupun dibuang dan diasingkan. Akan tetapi hal ini tidak pernah menyurutkan perlawanan rakyat Indonesia.
Apalagi pada periode tahun 1929 dunia mulai dilanda resesi besar yang kemudian terkenal dengan nama great depression sebagai akibat krisis yang melanda Imperialisme karena over produksi, terutama barang-barang otomotif dan persaingan yang ketat antara imperialisme di bawah AS, melawan blok fasis yang merupakan manifestasi kapitalisme monopoli yang brutal di bawah pimpinan jerman, jepang dan italia dalam memperebutkan dominasi mereka di Negara-negara jajahan, terutama di Asia dan Afrika.
Akan tetapi yang paling terpukul akibat krisis adalah rakyat Indonesia itu sendiri, pabrik-pabrik gula mengalami kebangkrutan, dari data yang dihimpun misalnya, pada tahun 1930 masih ada 179 pabrik yang beroperasi dengan luas tanah perkebunan untuk tebu sebesar 193.692 Ha, akan tetapi pada tahun 1934 hanya tinggal 54 pabrik yang sanggup beroperasi dengan luas perkebunan tinggal 33.402 Ha, dengan harga yang anjlok drastis. Kejatuhan harga produksi pertanian bukan hanya untuk gula saja, hal yang sama juga menimpa komoditas hasil pertanian dan perkebunan yang lainnya seperti kakao, kacang-kacangan, kopra, damar, jagung, merica, kopi, bahkan padi juga mengalami penurunan harga. Sementara dari rakyat perlawanan juga tidak pernah kunjung usai.
Pada periode tahun 30-an terjadi serangkaian bentrokan berdarah antara rakyat dengan pemerintah kolonial, seperti bentrok berdarah di pasuruan, perlawanan tukang gerobak di semarang, perlawanan kaum tani di banyumas, Aceh dan di sekitar Bengkalis (Sumatera Timur), bentrokan berdarah juga terjadi di wilayah Tapanuli Sumatera Utara, Kerawan dan Bekasi. Kemudian Pemberontakan yang menggemparkan dunia adalah pemberontakan awak kapal penjelajah milik belanda bernama De Zeven Provincien pada Februari 1933 yang melibatkan perwira, marininir dan awak kapal baik dari Belanda ataupun Indonesia, akibat pemotongan upah yang mencapai 7 %, yang kemudian pada tanggal 5 februari 1933 tenggelam akibat di bom oleh tentara kolonial. Sampai tahun 1965, rakyat Indonesia masih memperingati tenggelamnya kapal De Zeven Provincien sebagai bagian dari perjuangan heroik rakyat Indonesia.
Kesadaran Politik rakyat Indonesia sesungguhnya semakin kuat apalagi sejak munculnya organisasi-organisasi yang memimpin perjuangan mereka, dari sekedar aksi atau boikot untuk kepentingan sosial ekonominya sampai pada aksi serta perjuangan dalam bentuk yang lebih keras. Kesadaran untuk menjadi bangsa yang berdaulat terlihat pada munculnya organisasi-organisasi politik yang tumbuh, ataupun pada deklarasi sumpah pemuda 28 Oktober 1928, yang sanggup mencerminkan sifat patriotik dari pemuda-pemuda Indonesia.
Situasi dunia saat itu sendiri selain krisis yang menghebat, tumbuhnya kekuatan fasis di Eropa pada tahun 1933 yang dipimpin oleh Adolf Hitler dari Jerman telah menakutkan banyak pihak, Fasisme pada hakekatnya adalah wujud dari kapitalisme monopoli yang paling brutal, saat itu Negara-negara fasis adalah Negara industry baru yang muncul dan ingin merebut dominasi pasar yang saat itu dikuasai oleh sekutu terutama Inggris, Prancis dan AS, setelah mereka mengalami overproduksi di Negara nya yang begitu akut, sehingga jalan untuk mengeluarkan diri dari krisis yang akut adalah dengan melakukan ekspansi pasar ke wilayah lain.
Tahun 1935 dari Rusia diserukan agar di bentuk front anti fasis untuk menghadapi bahaya fasisme yang terus menguat, gerakan anti fasis terus berkembang di berbagai belahan dunia, di Indocina pada desember 1936 di bentuk front nasional anti Jepang. Di Indonesia sendiri embrio lahirnya gerakan bawah tanah anti fasisme yang kelak terkenal dengan nama GERAF (Gerakan Rakyat Anti Fasis) mulai tumbuh pada tahun 1936, termasuk dengan mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) yang diprakarsai oleh Amir Syarifudin, Wikana, Sartono, AK Gani dll.
Gerakan anti fasis ini kemudian mengajak seluruh organisasi massa dan partai politik yang ada untuk bersatu melawan bahaya fasisme yang di Asia Pasifik dipimpin oleh Jepang. Bahkan untuk mendukung gerakan anti fasis ini gerindo juga menggunakan penerbitan di bawah penyair Sanusi Pane untuk menerbitkan majalah Kebangunan dan menggandeng peranakan Tionghoa untuk bergabung bersama. Sebuah hal baru, karena sebelumnya PNI ataupun Parindra tidak mau menerima peranakan sebagai anggota penuh, peranakan terutama tionghoa hanya sebagai calon anggota.
Pada tahun 1939 didirikan GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan manifestasi dari front anti fasis di Indonesia, GAPI adalah gabungan dari berbagai partai politik yang ada di Indonesia. Bahkan GAPI kemudian menyelenggarakan Kongres Rakyat Indonesia pada akhir tahun 1939 yang dihadiri oleh tidak kurang dari 90 partai politik dan ormas yang ada di Indonesia. Peserta sendiri kemudian menerima dengan bulat program yang diajukan termasuk menyepakati Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, Bendera Merah putih sebagai bendera Negara dan lagu Indonesia Raya sebagai Lagu Kebangsaan.
Saat itu Eropa sudah hancur lebur di hajar Nazi, tidak terkecuali Belanda yang pemerintahannya sudah lari mengungsi ke London Inggris. Untuk menahan bahaya dari jepang, rakyat Indonesia minta untuk di persenjatai dan di bentuk milisi selain itu kebebasan berserikat dan berkumpul untuk di bebaskan dan penghapusan Digul sebagai tempat pembuangan, akan tetapi hal tersebut tidak diberikan oleh pemerintahan kolonial Belanda.
Baru pada tahun 1941 ratu Wilhelmina dari pengungsiannya di London memberikan beberapa pilihan ke Indonesia, tetapi di tolak GAPI. Karena saat itu kekuasaan Belanda di Indonesia tinggal menghitung hari akibat agresi Jepang yang kian hebat. Jadi hakekatnya hanya ilusi jika kemerdekaan Indonesia akan diberikan oleh pihak kolonial Belanda, bahkan oleh Prof Wertehim, Guru besar Rechts Hoge Scool menyatakan bahwa hal tersebut adalah kebohongan besar pemerintah Kolonial dan Pada tahun 1941 Jepang pun masuk ke Indonesia. Perang melawan Fasisme adalah perang yang maha berat, termasuk di Indonesia, Soekarno pernah menulis untuk memblejeti fasis dan melawannya antara lain “Hormat pada para pahlawan angkatan udara Rusia dan Inggris, angkatan laut Rusia dan Inggris, para pahlawan dari semua medan pertempuran melawan Hitler…dan para Pahlawan bawah tanah yang mengatur perlawanan anti Fasisme”.